Sabtu, 22 Maret 2014

Prahara PLTU Batubara Di Indonesia

Kawan, kali ini kita kita bahas kenapa PLTU Batubara bisa dikatakan  berbahaya. Sebelumnya kita perlu tau kalo Batubara merupakan salah satu sumber energi yang sangat penting dalam kehidupan kita, umat manusia. Sesuai dengan namanya, batubara adalah batuan yang mudah terbakar. Dan juga sudah bukan rahasia lagi, bahwa sebagian besar pembangkit listrik yang beroperasi (di Indonesia) hingga saat ini masih memanfaatkan batubara sebagai bahan bakarnya. Tanpa batubara, bisa dipastikan sebagian wilayah Indonesia tidak berlistrik.
Sedemikian pentingnya batubara bagi hajat hidup kita, sampai-sampai tidak ada tempat yang bebas dari incaran untuk dieksploitasi. Lazimnya batubara terdapat di lapisan yang tak jauh dari permukaan bumi, untuk mendapatkannya pun para penambang harus membongkar lapisan tanah. Alhasil banyak kawasan yang semula adalah  hutan, dengan segera berubah  menjadi lahan tambang terbuka. Pohon-pohon ditebangi. Hewan-hewan pun kehilangan tempat tinggalnya.
Lapisan tanah di kawasan itu dikeruk atau dibongkar, lalu dibawa ke tempat penimbunan. Akibatnya bisa diduga, tanah akan kehilangan lapisan yang kaya nutrisi dan berubah menjadi tandus. Setelah batu baranya terkuras habis, tentunya pertambangan akan ditutup. Lahan bekas tambang akan menyisakan kawasan gersang yang merana tanpa guna. Tumbuhan akan sulit tumbuh di tempat seperti itu. Kawasan menjadi sangat tidak produktif dan ketika hujan datang, air tak terserap tanah, akibatnya air tanah berkurang. Dalam keadaan seperti itu erosi tanah juga akan sangat mudah terjadi . Ancaman banjir dan longsor pun terhampar di depan mata. Patut disayangkan sebenarnya apabila lahan bekas garapan tambang akhirnya justru mendatangkan bencana bagi manusia. Jadi, kesimpulannya adalah lahan bekas lokasi tambang batubara tidak boleh ditinggalkan begitu saja setelah batubaranya dikuras. Perlu usaha serius untuk mengembalikan lahan bekas tambang itu seperti sedia kala.
Dari sekian manfaat yang dihasilkan batubara, ternyata juga banyak menyimpan masalah, salah satunya mulai dari kasus penambangannya yang merusak tatanan ekosistem. Batubara juga merupakan sumber energi yang paling kotor di planet ini, batubara juga merupakan penyumbang utama gas rumah kaca penyebab pemanasan global di dunia. Indonesia merupakan salah satu produsen utama batubara di dunia, saat ini Indonesia merupakan pengekspor batubara terbesar kedua di dunia setelah Australia. Tahun 2011, total produksi batubara Indonesia mencapai 350 juta ton,  lebih dari 80% nya diekspor ke luar negeri.
Pulau Kalimantan merupakan penghasil utama batubara di Indonesia, lebih dari 70% produksi batubara negeri ini berasal dari Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan.  Pengerukan batubara yang sangat massif di daerah tersebut meninggalkan jejak kerusakan yang maha dasyat, mulai dari lubang-lubang raksasa yang ditinggalkan begitu saja pasca batubaranya dikeruk habis oleh perusahaan tambang, sampai  penggusuran masyarakat adat dari tanah yang telah mereka tinggali selama ratusan tahun. Jejak kerusakan batubara tidak berakhir di pertambangan, tetapi terus berlanjut selama perjalanannya, dalam proses pembakarannya di PLTU, batubara mengeluarkan polusi zat-zat beracun, mulai dari karbonmonoksida, mercury, sampai ke karbondioksida, gas rumah kaca penyebab pemanasan global itu. Akibatnya, kehidupan masyarakat  yang tinggal disekitar PLTU, berubah pasca PLTU tersebut mulai dibangun dan semakin memburuk ketika PLTU tersebut mulai beroperasi, menyedihkan bukan.
PLTU batubara yang berdiri di Indonesia
Sebut saja masyarakat yang tinggal di sekitar PLTU Cirebon, mereka adalah saksi sekaligus korban dari adanya PLTU batubara. Sejak proses pembangunannya, PLTU telah mengubah hidup mereka  untuk selamanya, dimulai dari digusurnya ladang-ladang garam mereka di lokasi dimana PLTU kini berdiri angkuh, sampai hilangnya mata pencaharian mereka sebagai nelayan pinggiran pencari udang rebon untuk bahan baku terasi. Sejak PLTU mulai dibangun. Sejak itu pula berakhirlah era terasi Cirebon yang termahsyur itu. Hal serupa juga menimpa Cilacap. penduduk disana mempunyai kisah yang lebih tragis tentang jejak kehancuran yang disebabkan oleh batubara. Sejak PLTU Karang Kadri Cilacap berdiri pada tahun 2007, sejak itu juga kualitas hidup masyarakat yang tinggal disekitar PLTU tersebut memburuk. Pada tahun 2009, penelitian kesehatan yang dilakukan oleh salah satu organisasi lingkungan terhadap masyarakat yang bermukim disekitar PLTU Cilacap, menunjukkan hasil yang mencengangkan. Lebih dari 80% masyarakat yang tinggal disekitar PLTU Cilacap mengidap penyakit-penyakit yang terkait dengan pernafasan mereka, mulai dari ISPA, sampai ke radang paru-paru akibat terpapar debu batubara. Yang lebih menyedihkan adalah, lebih dari 80% anak balita yang tinggal disekitar PLTU, mengalami keterlambatan tumbuh-kembang dan mengalami berbagai penyakit yang disebabkan oleh kualitas udara yang sangat buruk di lingkungan mereka.
Kisah tentang jejak kehancuran yang diakibatkan oleh batubara tidak hanya terjadi di negeri ini tapi terjadi juga diseluruh dunia. Bahan bakar terkotor di muka bumi ini masih terus digunakan, mulai dari Amerika Serikat, Inggris, India, Afrika Selatan, Thailand, bahkan sampai ke Cilacap dan Cirebon di Indonesia. Kisah tentang jejak kehancuran yang diakibatkan oleh batubara adalah kisah yang identik hanya berbeda tempat kejadiannya.
Rakyat Indonesia juga harus tegak berdiri meminta pemerintah kita untuk segera melepaskan ketergantungan terhadap bahan bakar terkotor di planet ini. Masa depan yang aman dan sehat jelas hanya tinggal impian jika pemerintah terus melanjutkan kecanduannya yang berbahaya ini. Era batubara sudah berakhir, kini saatnya era energi yang tepat untuk peradaban modern, peradaban yang sehat dan bersih,  peradaban yang akan ditenagai oleh energi terbarukan.


Oleh: Ardiatma Rio


Tidak ada komentar :

Posting Komentar